BANDAR LAMPUNG GS – Berdasarkan Peraturan OJK No: 41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambil alihan, Integrasi dan Konversi Bank Umum dengan kondisi skema baru pada RPOJK, Bank Lampung terancam turun kelas dari BUKU I yang bersyarat jumlah modal Rp.1—Rp.5 triliun menjadi kelas bank perkreditan rakyat (BPR). Rapat yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Lampung. Jumat (24/1/2020).
Dipimpin Ketua DPRD Mingrum Gumay dan dihadiri 50 anggota Dewan. Turut hadir Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi dan organisasi perangkat daerah (OPD) serta stakeholder terkait.
Kondisi yang sedang dialami bank yang modalnya dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota (Pemkab/ Pemkot) se-Lampung itu, menjadi sorotan DPRD Provinsi Lmpung. Dalam rapat paripurna terkait laporan panitia khusus pembahasan atas LHP BPK RI atas laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas kegiatan operasional tahun buku 2018 dan 2019 (semester I) pada PT Bank Pembangunan Daerah Lampung (Bank Lampung).
Selain itu dibahas pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya Pemerintah Daerah (Pemda), meningkatkan kemandirian fiskal dalam pengelolaan keuangan daerah tahun 2016 sampai dengan semester I tahun 2019 dan pemeriksaan atas belanja modal infrastruktur tahun anggaran 2019 pada Pemprov Lampung.
Kemudian Jika aturan ini tidak dipatuhi akan ada empat konsekuensinya yaitu : merger dan akusisi, bank anak, integrasi dengan bank lain serta turun kelas menjadi BPR. Dan Saran OJK, Pemprov Lampung dapat memberikan tambahan bantuan modal kepada Bank Lampung agar mencukupi kebutuhan modal inti hingga akhir tahun 2020 sebesar Rp.1 triliun. Ungkap juru bicara Pansus DPRD Lampung Darlian Pone dalam penyampaiannya.
“Permasalahan yang terjadi di Bank Lampung harus diselesaikan segera dengan mengedepankan prinsip hati-hati dan bijaksana, karena menyangkut kepentingan Lampung sekaligus prestige. Mencermati kondisi dan permasalahan Bank Lampung yang lebih banyak disebabkan masalah pengelolaan perusahaan akibat lemahnya kualitas SDM, sarana IT dan manajemen”. Terangnya.
Kemudian Pansus menyarankan, pemegang saham dapat menambahkan kekurangan modal dan manajemen Bank Lampung diminta menunda pembangunan kantor baru yang rencananya menelan anggaran Rp.250 miliar, karena lebih baik dana tersebut dijadikan modal inti apabila tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Tuturnya.
Selanjutnya, Bank Lampung Perlu dilakukan re-evaluasi atas AD/ART, tentang pembagian tantiem, kemudian bangun IT dan infrastruktur pelayanan menuju ATM bersama. Bank Lampung harus menjamin adanya transparansi dan tidak merugikan nasabah. Pungkasnya.(*).
Komentar