oleh

Program PTSL di Menggala Tuba Diduga Jadi Ajang Pungli

TULANG BAWANG GS – Program pembuatan sertifikat Prona atau Pendataran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) Lampung, diduga jadi ajang mencari keuntungan secara berjamaah oleh oknum ketua panitia dan oknum pengurus lainnya dengan cara memungut biaya pembuatan sertifikat terhadap warga melebihi yang seharusnya.

Kali ini program tersebut terjadi di Kampung Ujung Gunung Ilir, Kecamatan Manggala Kabupaten Tuba. Program PTSL tahun 2019-2020, sebanyak ratusan sertifikat dipungut biaya perbukunya sebesar Rp.600,000,- sampai dengan Rp. 1,000,000,- per bidang.

Lebih mirisnya lagi, dugaan pelaku pungli tersebut tidak lain adalah oknum BPK setempat atas nama Basuki yang merangkap sebagai Ketua Panitia pembuatan sertifikat PTSL yang diberikan SK oleh Kepala kampungnya sebagai Ketua Panitia.

Meskipun sudah dijelaskan di Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut:

Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan, sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi, dan keputusan 3 menteri argaria untuk wilayah Provisi Lampung dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 250,000,- perbukunya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, PTSL dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertifikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi.

Ironisnya, ketentuan-ketentuan diatas tidak membuat gentar para pelaku atau oknum-oknum Ketua BPK yang memungut biaya pembuatan sertifikat PTSL yang dimana biaya atau administrasinya sudah ditetapkan berdasarkan ketentuan diatas.

Seperti contoh yang ada di Kampung Ujung Gunung Ilir, Kecamatan Manggala Kabupaten Tulang Bawang, sertifikat prona tahun anggaran 2019 diduga kuat menjadi ajang pungutan liar (Pungli) Pemerintah Kampung setempat dengan pungutan biaya bervariasi mulai dari Rp. 600.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-/bukunya sebanyak kurang lebih 400 buku/sertifikat.

Menurut keterangan dari beberapa warga setempat berinisial AS (52) yang telah membuat sertifikat PTSL tersebut kepada tim Sekring.co.id dan 2 awak media lainnya beberapa waktu lalu saat dikonfirmasi dirumah kediamannya mengatakan, bahwa pembuatan sertifikat prona milik mereka dikenakan biaya sebesar Rp. 600.000,- sampai Rp. 1.000.000,- dengan alasan untuk pengurusan jasa asal usul tanah dan untuk pengurusan dan biaya lainya.

“Benar pak, saya dimintai uang untuk pembuatan sertifikat tersebut sebesar Rp. 1,000,000,- , padahal tetangga saya hanya dimintai Rp. 600,000,- aja, jujur saya sangat keberatan Pak, apalagi ditengah pandemi covid-19 saat ini, uang segitu sangatlah besar bagi kami warga kurang mampu kalau memang sebenarnya biaya pembuatan sertifikat PTSL itu tidak dipungut sebesar itu”, Ungkapnya.

Dari hasil beberapa keterangan yang dihimpun, diduga pembuatan sertifikat prona yang ada di Kampung Ujung Gunung Ilir, Kecamatan Manggala Kabupaten Tulang Bawang diduga kuat menjadi ajang mencari keuntungan baik secara pribadi maupun bersama-sama dan syarat penyimpangan.

Ketua BPK Ujung Gunung Ilir, Basuki saat dikonfirmasi dirumah kediamannya beberapa waktu lalu oleh tim Sekring.co.id dan dua awak media lainnya mengakui kalau dirinya telah memungut biaya pembuatan sertifikat PTSL tersebut dengan jumlah biaya yang disebutkan warga masyarakat, dirinyapun mengakui kalau dirinya adalah seorang Ketua BPK sejak tahun 2013 dan Ketua Panitia pembuatan sertifikat PTSL.

“Ya memang benar pak apa yang dikatakan beberapa warga benar, untuk biaya pembuatan sertifikat saya tarik sebesar Rp. 600,000 tapi nggak kalau 1,000,000,- , dan itupun kan untuk jasa saya wara wiri sana sini, belum untuk ke BPN juga pak, kalau masalah SK saya memang tidak ada sebagai Ketua Panitia, dan Kepala Kampungpun tidak memberikan saya SK karena saya sebagai Ketua BPK sejak tahun 2013 hingga sekarang pak, warga yang lain saya suruh untuk menjadi Ketua Panitia pada nggak mau, dan terpaksa saya sendiri”, Ungkap Basuki dengan lantang.

Menyikapi permasalahan dugaan Pungli sertifikat PTSL tersebut, diharap kepada Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dan instansi yang terkait dapat segera mengambil langkah tegas dan memeriksa oknum Ketua BPK yang merangkap jabatan sebagai Ketua Panitia berserta aparatur Desa setempat lainya, karena apapun bentuk pungutan untuk pembuatan sertifikat PTSL yang sudah berlebihan dan yang tidak sesuai dengan peraturan dan undang-undang tetap tidak dibenarkan dan hal itu bisa dikatakan pungli, dan yang namanya pungli harus di tindak tegas.

Masyarakatpun harus mengetahui, bahwa mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA atau PTSL, hal itu sudah diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”), Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI.

Pengurusan sertipikat tanah PRONA atau PTSL memang dikenakan biaya yaitu biaya administrasi namun tidak sebesar yang dilakukan oleh para oknum seperti yang sering kita dengar apa lagi jumlahnya Ratusan Ribu sampai Jutaan Rupiah, dan hal itu sangat tidak dibenarkan, apa lagi hal ini pernah dikuatkan dengan adanya larangan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN untuk tidak melakukan pungutan biaya dalam pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan Instruksi Menteri ATR/BPN pada Surat Edaran Nomor 709/3.2/2016 Tentang Pungutan Pada Kegiatan PRONA, bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat dibidang pertanahan, khususnya untuk kegiatan PRONA dan kegiatan legalisasi asset tanah yang di biayai oleh APBN/APBD. (Gus).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

− 1 = 2